BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi
karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk
menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan
19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau
tidak langsung berhubungan dengan anemia.
Anemia pada
kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
1. Anemia karena
defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan
dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa
kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga diungkapkan
oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia
menderita anemia gizi.
2. Anemia
defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan
menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup
tinggi, berkisar antara 10% dan 20%.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa
prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta
semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. 1,3% Anemia
defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang
berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau
sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang
sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara
maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi
1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi
yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang
wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%)
menderita kekurangan besi. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia
defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya
perhatian yang cukup terhadap masalah ini.
1.2.Tujuan
-
Mahasiswa dapat mengetahui apa
pengertian anemia.
-
Mahasiswa dapat mengetahui
gejala-gejala anemia karena defisiensi besi pada ibu hamil.
-
Mahasiswa dapat mengetahui terapi yang
aman dan tidak berbahaya untuk ibu hamil.
1.3.Manfaat
-
Makalah ini
diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Mahasiswa dalam penanggulangan
masalah anemia karena defisiensi zat besi di Indonesia.
-
Makalah ini diharapkan mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi salah satu bacaan yang bermanfaat.
-
Memperluas wawasan dan pengetahuan
tentang kesehatan masyarakat khususnya masalah anemia karena defisiensi zat
besi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada
penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah
(hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal.
Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk
pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang
sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi
besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai
dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum
(Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total
(Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum
tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor
yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya
asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada
wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
Anemia
defisiensi zat besi pada kehamilan merupakan problema kesehatan yang dialami
oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia
(World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang
mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang
berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang
keduanya saling berinteraksi.
Perubahan
hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi
pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang
aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan
volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.
2.2 Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Gejala anemia
pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah
lebih hebat pada hamil muda.
Gejala klinis
dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa
juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan
gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat
berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel
kuku, gangguan sistem neurumuskular,lesu,lemah,lelah,disphagia dan pembesaran
kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin <
7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Nilai ambang
batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada
kriteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11
gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl).
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu
hamil adalah sebesar 11,28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7,63 mg/dl dan
tertinggi 14,00 mg/dl. Dampak anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka
kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya
kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen.
Pada wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah,
dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum
dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan
darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,atonia,partus
lama,perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya
tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan
pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain).
2.3 Dampak Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut
penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia
juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup
mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi
komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan
bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama,
perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada
janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).
2.4 Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar
(1998), adalah sebagai berikut:
1.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat
kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu pemberian tablet besi pada wanita
hamil, tidak hamil dan dalam laktasi. Ada beberapa cara pemberian tablet
besi,sebagai berikut:
a.
Terapi Oral
Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu
fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari
dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% / bulan. Saat ini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis
anemia.
b.
Terapi Parenteral
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak
tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran
pencernaan atau masa kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan
ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada
gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% .
Untuk menegakan diagnosa Anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11
gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10
gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8
gr% : Anemia sedang
4. Hb < 7
gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata
mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk
janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa
haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus,
urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar
8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan
Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan
menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih
kekurangan untuk wanita hamil.
2.
Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a.
Asam folik 15 – 30 mg per hari
b.
Vitamin B12 3 x 1 tablet per hari
c.
Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari
d.
Pada kasus berat dan pengobatan per
oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3.
Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang
disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk
diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi
lengkap, pemeriksaan fungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4.
Anemia Hemolitik
Anemia
hemolitik adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Gejala utama
adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan,
serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannyatergantung
pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi
maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada
beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi
darah berulang dapat membantu penderita ini.
2.5 Golongan Obat Anemia Pada Ibu Hamil
1.
TABLET BESI ( fe )
Zat besi merupakan mineral yang di
perlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Besi di butuhkan untuk
produksi hemoglobin ( hb ), sehingga defisiensi fe akan menyebabkan
terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hb yang rendah
dan menimbulkan anemia hipokronik mikrositik.
a. Indikasi
Sediaan fe
hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiansi fe
penggunakan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi
dan keracunan besi. Anemia defisiensi fe paling sering disebabkan oleh
kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil (
terutama multipara ) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang
meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi fe. Sebagai pegangan
untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi fe dapat
terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial
sumsum tulang.
b. Dosis
-
Diminum sesudah makan malam atau
menjelang tidur
-
Hindari minum dengan air teh, kopi dan
susu karena dapat menganggu proses penyerapan.
-
Hendaknya meminum dengan vitamin c
misalnya dengan air jeruk
-
Segera minum
pil setelah rasa mual, muntah menghilang
c. Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi
terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah fe yang dapat
larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa
mual dan nyeri lambung (± 7-20% ), konstipasi (± 10% ), diare (± 5% ) dan
kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat di kurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan cara ini diabsorpsi dapat berkurang.
Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada
pasien. Pemberian fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan,
peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih
sering terjadi pada pemakaian IM dibanding IV, selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada
0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapt terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah
sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia, flushing,
berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps
sirkulasi, sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½-24 jam setelah suntikan
misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, sering
terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti jantung.
2. VITAMIN B12
(Sianokobalamin)
a.
Indikasi
Anemia
megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan usus, defisiensi
vitamin B12.
b.
Dosis
-
Per oral: untuk defisiensi B12 karena
faktor asupan makanan: dewasa 50-150 mikrogram atau lebih, anak 50-105
mikrogram sehari, 1-3x/hari
-
Injeksi intramuskular: dosis awal 1mg,
diulang 10x dengan interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan.
-
Sediaan: tablet 50 mikrogram,
liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3.
ASAM FOLAT
Asam folat (
asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam
paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari penelitian
Folat terdapat
dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan
daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan ( pemasakan )
makanan.
a.
Indikasi
Kebutuhan asam
folat meningkat pada wanita hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi asam
folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dari makanannya. Ada
hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens
defek neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang
dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per
hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
untuk mengurangi insidens defek neuran tube.Efek toksik pada penggunaan
folat untuk manusia hingga sekarang belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan
pada tikus, dosis tinggi dapat menyebabkan pengendapan kristal asam folat dalam
tubuli ginjal. Dosis 15 mg pada manusia masih belum menimbulkan efek toksik.
b.
Dosis
Yang digunakan
tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya folat
diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak memungkinkan, folat diberikan
secar IM atau SK. Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam
10 hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi
folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan
respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
2.6 Obat Anemia Lainnya
a.
RIBOFLAVIN
Berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein
dalam pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat
memperbaiki anemia normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi riboflavin banyak
terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe
dan penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan cukup 10 mg
sehari per oral atau IM.
b. PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan Heme. Defesiensi piridoksin akan menimbulkan anemia
mikrositik hipokromok.pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia
normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam
precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia
Megaloblastik.Pada keadaan ini arbsorbsi Fe meningkat, Fe-binding protein
menjadi jenuh dan terjadi hiperperemia, sedangkan daya rergenerasi darah
menurun.Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
c. KOBAL
Kobal dapat
meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberepa pasien
dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien talasimea, infeksi
kronik atau penyakit ginjal,tetapi mekanisme yang pasti tidak diketaui. Kobal
merangsang pembentukan eritropoietin yang berguna untuk meningkatkan
pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia
refrakter kadar eritropoietin sudah tinggi.Penyelidikan lain mendapatkan
bahwa Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan
eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis besar justru menekan pembentukan
eritrosit.
d.
IRON DEXTRAN (
imferon )
Mengandung 50
mg fe setiap mL (larutan 5%) untuk penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik
terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat dari pada pemberian oral.
Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu
250 mg fe untuk setiap gram kekurangan hb. Pada hari pertama disuntukkan 50 mg,
dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atu beberapa hari sekali. Penyuntikan
dilakukan pada kuadran atas luar m. Gluteus dan secara dalam untuk menghindari
pewarnaan kulit.
a) Dosis
Untuk
memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV, Dosis permulaan tidak boleh
melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari tercapai
dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan perlahan-lahan yaitu dengan
menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
b) Efek
samping
-
Reaksi alergi
seperti ruam kulit , gatal atau gatal-gatal , pembengkakan
wajah, bibir, atau lidah.
-
bibir biru, kuku, atau kulit.
-
gangguan pernapasan.
-
perubahan
tekanan darah.
-
nyeri dada.
-
takikardi.
-
perasaan
pusing, atau jatuh pingsan.
-
demam atau
kedinginan.
-
nyeri otot atau
nyeri sendi.
-
nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan
atau kaki.
-
kejang.
-
Efek samping yang biasanya tidak
memerlukan perhatian medis (laporkan ke dokter atau ahli kesehatan jika gejala
menetap atau mengganggu):
a. Diare
b. sakit kepala
c. iritasi
didaerah suntikan
d. mual, muntah
e. sakit perut
e. ADFER
a) Indikasi
Anemia yang
disebabkan kekurangan Fe, anemia akibat traumatik atau anemia endogenik, anemia
akibat perdarahan selama masa pertumbuhan, usia lanjut & masa penyembuhan,
kehamilan, menyusui, anemia yang disebabkan malnutrisi
b) Efek Samping
Gangguan saluran pencernaan.
c) Dosis
Dosis awal 1-2 kapsul sehari.
f. ARTOFERUM
a) Indikasi
Anemia
(kekurangan zat besi) & sebagai sebuah pencegahan, pengobatan, dan sumber
vitamin dan mineral bagi negara-negara kekurangan.
g. DASABION KAPSUL
a) Indikasi
Segala macam
anemia pada masa
kehamilan
b) Efek samping
Nyeri pada
saluran pencernaan disertai mual,muntah dan diare. Pemberian secara terus menerus dapat menyebabkan
konstipasi.
2.7 Vitamin
Vitamin
merupakan suatu molekul organic yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses
metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-itamin tidak dapat dibuat oleh
tubuh manusia dalam jumlah yang sangat cukup, oleh karena itu harus diperoleh
dari bahan panganan yang dikonsumsi.
Vitamin berdasarkan kelarutannya, terbagi menjadi :
1. Vitamin yang larut dalam air
a. Vitamin B
Secara umum, golongan vitamin B
berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan
energi saat
beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai
senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme
tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang
tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit).
b. Vitamin B1
(Thiamin)
c. Vitamin B2
(Riboflavin)
d. Vitamin B3
(Niacin)
f. Vitamin
B6(Piridoksin, piridoksal, piridoksamin)
g. Vitamin B8
(biotin)
h. Vitamin B9
(folasin, asam folat, asam pteroilglutamat)
i.
Vitamin B12 (Kobalamin)
Vitamin C (asam askorbat) banyak
memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga
berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting
penyusun jaringankulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya.
Vitamin C
merupakan senyawa antioksidan alami yang
dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait
dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu
menurunkan laju mutasi dalam tubuh
sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat
diturunkan.
Selain itu,
vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di
dalam tubuh, seperti otot. Vitamin ini
juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan
perlindungan lebih dari infeksimikroorganismepatogen. Melalui
mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu
mencegah berbagai jenis penyakit.
2. Vitamin yang
larut dalam lemak
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk
beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin
ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya
dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air. Bagian berikut memberikan
gambaran terperinci dari setiap vitamin jenis ini.
a. Vitamin A
Vitamin A, yang juga
dikenal dengan nama retinol, merupakan
vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik,
terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmenmata di retina. Selain itu,
vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Vitamin ini
bersifat mudah rusak oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara.
b. Vitamin D
Vitamin D juga merupakan
salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara lain
ikan, telur, susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian tubuh
yang paling banyak dipengaruhi oleh vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini
dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang. Sel kulit akan
segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet).
c. Vitamin E
Vitamin
E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari
jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati. Selain itu, vitamin ini juga
dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi udara. Nilai kesehatan ini
terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa antioksidan
alami.
Banyak berperan
dalam pembentukan sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka.Defisiensi
vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh
dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan.Selain itu,
vitamin K juga berperan sebagai kofaktorenzim untuk mengkatalis
reaksi karboksilasiasam aminoasam glutamat.
2.8 Mineral
Mineral
merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam
makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam tanah, bebatuan,
air dan udara. Sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25% fosfor, dan
25% lainnya terdiri atas mineral lain.
Perilaku
mineral sering dipengaruhi oleh adanya kandungan makanan lain. Penyerapan
mineral diturunkan oleh serat dan perilaku besi, seng, dan kalsium menunjukkan
bahwa antaraksi terjadi dengan fitat. Fitat dapat membentuk senyawa kompleks
yang tidak larut dengan besi dan seng yang dapat mengganggu penyerapan kalsium
dengan menimbulkan pengikisan pada protein pengikat kalsium dan usus.
Mineral dibagi
menjadi 3 kelompok berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh, antara lain:
a.
Makromineral (Kalsium, Fosfor,
Magnesium, Natrium, Kalium, Klorida dan Sulfur).
b.
Mikromineral (Zat besi, Seng, Tembaga
dan Florida).
c.
Ultrace mineral diperlukan dalam jumlah
yang sangat kecil (Yodium, Selenium, Mangan,Kronium, Molibdenim, Baron dan
Kobalt).
Mineral
terdapat dalam makanan maupun dalam tubuh terutama dalam bentuk ion yang dapat
bermuatan positif/negative. Selain itu juga dapat merupakan bagian dari senyawa
organik yang berperan dalam metabolisme tubuh.
Selain dari
makanan alami, mineral juga dapat diperoleh dalam suplemen atau pil.
Suplementasi mineral dapat dikonsumsi bila kebutuhan dari makanan tidak dapat
terpenuhi. Di daerah pegunungan dengan kandungan yodium yang rendah pada tanah
dan airnya, sementara bahan makanan sumber seperti ikan laut sulit didapat,
maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium untuk menghindari efek yang
tidak diinginkan dari kekurangan yodium jangka panjang.
Sedangkan pada
wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium di atas
kebutuhan normal, selain untuk pertumbuhan bayi yang dikandungnya, juga untuk
menghindari berkurangnya kepadatan massa tulang dan gigi. Pada tubuh yang
mengalami infeksi sering dibutuhkan mineral seng yang lebih tinggi dari normal
untuk mengoptimalkan sistem kekebalan tubuh serta mineral selenium untuk
membantu menetralkan radikal bebas yang terbentuk lebih banyak pada infeksi.
2.9 Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil
Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan
akhirnya pemulihan cadangan besi. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa
besi sederhana ferro sulfat, fumarat, atau glukonat per oral yang mengandung
dosis harian sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita yang bersangkutan
tidak dapat atau tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi
parental. Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3
bulan atau lebih setelah anemia teratasi. Transfusi sel darah merah atau darah
lengkap jarang diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali
apabila juga terdapat hipovolemia akibat perdarahan atau harus dilakukan suatu
tindakan bedah darurat pada wanita dengan anemia berat.
BAB III STUDI KASUS
Ny.Ani datang kepuskesmas Setia Hati Sleman Yogyakarta,
dengan umur kehamilan 8 mg. Ny. Tika mengeluh cepat lelah,
sering pusing, , mata berkunang-kunang, malaise, nafsu makan turun (anoreksia)
dan perubahan pada kuku .
Penanganan :
Bidan kemudian melakukan pemeriksaan fisik (head to toe),
terutama melakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan keadaan
kuku,pemeriksaan pada konjungtiva mata,
Hasil
pemeriksaan :
Konjungtiva
: pucat
Tekanan darah
: 100/60
MmHg
Hb Zahli
:10 gram %
Terapi ,bidan memberikan :
a.
Terapi Oral
Bidan
memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat.
b.
Terapi
Parenteral
Bidan
memberikan terapi parenteral apabila penderita tidak tahan akan zat besi per
oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar