MAKALAH
KODE
ETIK BIDAN
BAB
IV

DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK IV
1. Romadhona
(14150001)
2. Intan
Dwi Asih (14150007)
3. Rizky
Augustin (14150017)
4. Efriyanti
(14150019)
5. Febriyani
Empati Lia Lewu (141500
6. Dewi
masitoh (14150031)
7. Fajar
Tri Utami (14150081)
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
PRODI
D-III KEBIDANAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN
AKADEMIK 2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang
semakin maju telah membawa manfaat yang besar untuk terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Perkembangan ini juga diikuti dengan
perkembangan hukum di bidang kesehatan, sehingga secara bersamaan, petugas
kesehatan menghadapi masalah hukum terkait dengan aktifitas, perilaku, sikap,
dan kemampuannya dalm menjalankan profesi kesehatan. Kode etik profesi penting
untuk diterapkan, karena semakin peningkatnya tuntutan terhadap pelayanan
kesehatan dan pengetahuan serta kesadaran hukum masyarakat tentang prinsip dan
nilai moral yang terkandung dalam pelayanan profesional. Kode etik profesi
mengandung karakteristik khusus suatu profesi. Hal ini berarti bahwa standar
profesi harus dipertahankan dan mencerminkan kepercayaan serta tanggung jawab
yang diterima oleh profesi dalam kontrak hubungan profesional antara tenaga
kesehatan dan masyarakat.
Masyarakat memberi kepercayaan kepada tenaga
kesehatan untuk melaksanakan kewajibannya dalam memutuskan dan melakukan
tindakan berdasarkan pada pertimbangan terbaik bagi kepentingan masyarakat yang
mengacu pada standar praktik dan kode etik profesi. Kode etik adalah seperangkat
prinsip etik yang disusun atau dirumuskan ole anggota-anggota kelompok profesi,
yang merupakan cermin keputusan moral dan dijadikan standar dalam meutuskan dan
melakukan tindakan profesi. Salah satunya adalah kode etik bidan. Bidan
diharapkan dapat memberi pelayanan kesehatan yang kompehensif terhadapremaja
puteri, wanita pranikah, wanita prahamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu
menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang
menajdi insan bangsa yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan
kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Untuk lebih jelasnya disini kita akan menjelaskan kode etik bidan khusunya Bab
IV.
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi kode etik bidan.
2. Untuk
mengetahui dasar pembentukan kode etik bidan.
3. Untuk
mengetahui kode etik bidan khususnya Bab IV.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Etik merupakan bagian dari filosofi
yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan apakah
benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan dengan hukum.
Seorang bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi
kesehatan memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam kebidanan
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan
bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan sendiri yang berhubungan dengan tanggung jawabnya. Untuk
melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai pengetahuan yang
memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti tentang etika
yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
Derasnya arus globalisasai yang
semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia juga mempengaruhi
munculnya masalah atau penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi atau
ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini
dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian
penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi juga dalam praktek kebidanan
misalnya dalam praktek mandiri, tidak seperti bidan yang bekerja di RS, RB,
institusi kesehatan lainnya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab
yang lebih besar karena harus mempertanggung jawabkan sendiri apa yang
dilakukan. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas
mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
B.
Fungsi Kode Etik
Kode etik berfungsi sebagai berikut :
-
Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah
etik.
-
Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan atau
dipertimbangkan dalam memberi pelayanan.
-
Merupakan cara untuk mengevaluasi diri.
-
Menjadi landasan untuk meberi umpan balik bagi rekan
sejawat.
-
Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang
nilai moral.
C. Dimensi dan Prinsip Kode Etik
Menurut Mustika (2001), dimensi kode etik meliputi anggota
profesi dan klien/pasien, anggota profesi dan sistem kesehatan, anggota profesi
dan profesi kesehatan, serta sesama anggota profesi. Prinsip kode etik antara
lain menghargai otonomi, melakukan tindakan yang benar, mencegah tindakan yang
dapat merugikan, memperlakukan manusia secara adil, menjelaskan dengan benar,
menepati janji yang telah disepakati, dan menjaga kerahasiaan.
D. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya.
Kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan
disiplin di kalangan profesi, jika semua individu yang menjalankan profesi yang
sama tergabung dalam suatu organisasi profesi. Jika setiap orang yang
menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau
ikatan profesi, barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan
secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik dan dikenai sanksi.
E.
Tujuan Kode Etik
Secara umum tujuan kode etik adalah
sebagai berikut :
-
Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.
-
Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
-
Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
-
Meningkatkan mutu profesi.
F. Definisi
Kode Etik Bidan
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan
komprehensif profesi yang menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik
yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat,
profesi, dan dirinya. Penetapan kode etik kebidanan harus dilakukan dalam
kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
G. Dasar
Pembentukan Kode Etik Bidan
Kode etik bidan pertama kali disusun pada tahun 1986
dan disahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaan kode
etik bidan disahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode
etik bidan sebagai pedoman dalam berperilaku, disusun berdasarkan pada
penekanan keselamatan klien.
Kode etik bidan berisi 7 bab dan dibedakan menjadi
beberapa bagian, anatara lain :
1. Kewajiban
bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir).
2. Kewajiban
bidan terhadap tugasnya (3 butir).
3. Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. (2 butir).
4. Kewajiban
bidan terhadap profesinya (3 butir).
5. Kewajiban
bidan terhadap diri sendiri (2 butir).
6. Kewajiban
bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir).
7. Penutup
(1 butir).
BAB III
POKOK BAHASAN
KODE ETIK BIDAN
BAB IV KEWAJIBAN
BIDAN TERHADAP PROFESINYA
1. Setiap
bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra dan profesinya dengan menampilkan
kepribadian yang tinggi dan memberi pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
a. Menjadi
panutan dalam hidupnya.
b. Berpenampilan
yang baik.
c. Tidak
membeda-bedakan pangkat, jabatan dan golongan.
d. Menjaga
mutu pelayanan profesinya sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
e. Dalam
menjalankan tugasnya, bidan tidak diperkenankan mencari keuntungan pribadi
dengan menjadi agen promosi suatu produk.
f. Menggunakan
pakaian dinas dan kelengkapannya hanya dalam waktu dinas.
g. Bidan bertindak ramah terhadap pasiennya dengan
menerapkan 5 S, senyum, salam, sapa, sopan, santun.
h. Setiap bidan mampu melayani 24 jam.
i.
Bidan harus
tanggap melayani pasien dalam keadaan darurat.
2. Setiap
bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu standar kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang bidan adalah mampu mengembangkan diri dengan mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi terkini, menyadari keterbatasan diri berkaitan
dengan praktik kebidanan serta menjunjung tinggi komitmen terhadap profesi
bidan, dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kebidanan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Pengembangan diri bidan ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.
CME (Continue Midwifery Education), yaitu melanjutkan
pendidikan kebidanan ke jenjang yang lebih tinggi baik formal maupun non
formal.
Jenis Pendidikan Berkelanjutan :
a. Pendidikan Formal
Pendidikan Formal
dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI
adalah Program D III dan D IV Kebidanan. Pemerintah juga menyediakan dana bagi
bidan (disektor pemerintah) untuk tugas belajar ke luar negeri. IBI juga
mengupayakan adanya badan-badan swasta dalam dan luar negeri untuk program
jangka pendek dan kerjasama dengan Universitas di dalam negeri.
b. Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal
telah dilaksanakan melalui program pelatihan, magang, seminar atau lokakarya
dan program non formal lainnya yang merupakan kerjasama antara IBI dan lembaga
Internasional yang dilaksanakan di berbagai propinsi. IBI juga telah
mengembangkan suatu program mentorship dimana bidan senior membimbing bidan
junior dalam konteks profesionalisme kebidanan.
Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan
telah dikembangkan atau dirumuskan sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan
pendidikan berkelanjutan bidan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai
dengan kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi aspek
klinik dan non klinik.
b.
Information search ataupun mengikuti pendidikan dan
pelatihan lainnya.
Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian
integral dari system pembinaan PNS sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya menurut PP 25 tahun 2000, Pemerintah memiliki
kewenangan yang meliputi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi
daerah antara lain mencakup pelatihan. Kemudian bahwa prinsip desentralisasi
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada institusi pelayanan,diklat
pemerintah dan swasta untuk menyelenggarakan pelatihan dalam rangka peningkatan
profesionalisme SDM. Kegiatan ini sangat memberikan dampak pada pengembangan
karir bidan, baik sebagai peserta maupun sebagai pelatih/pendidik.
Dengan pendidikan dan pelatihan maka bidan
akan dapat meningkatkan kompetensinya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas,
dan mendukung pengembangan karir bidan baik dalam jalur structural, fungsional,
maupun profesi.
Pengembangan karir bidan selain ditunjang
oleh kegiatan pendidikan dan latihan yang sifatnya structural atau fungsional,
juga didukung oleh kegiatan profesi, baik sebagai pengurus organisasi profesi
juga melaksanakan kegiatan kegiatan ilmiah yang dikembangkan oleh organisasi
profesi dalam rangka mempertahankan, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
anggotanya. Karena kemampuan berorganisasi, kemampuan berkoordinasi dan
kemampuan untuk advokasi juga sangat menunjang pengembangan karir bidan. Banyak
kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan karir melalui pengembangan
profesi seperti; Musyawarah Nasional, Musawarah Daerah, Musawarah cabang,
Kongres IBI, Bidan Delima, Kakak asuh, Peer review, seminar, lokakarya, dsb.
Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak pula pada pengembangan karir seorang
bidan, karena semua aktifitas yang sifatnya pengabdian dan pengembangan profesi
mempunyai nilai tambah dalam jabatan fungsional bidan dan kemampuan bidan.
Seorang bidan yang membuka praktik mandiri
dapat disebut juga sebagai wirausahawan. Sebagai pelaku usaha mandiri dalam
bentuk layanan jasa kesehatan dituntut untuk mengetahui dengan baik manajemen
usaha. Bidan sebagai pelaku usaha mandiri dapat berhasil baik dituntut untuk
mampu sebagai manajerial dan pelaksana usaha, di dukung pula kemampuan menyusun
perencanaan berdasarkan visi yang diimplementasikan secara strategis dan
mempunyai ke mampuan personal selling yang baik guna meraih sukses. Diharapkan
bidan nantinya mampu memberikan pelayanan kesehatan sesuai profesi dan mampu
mengelola manajemen pelayanan secara profesional, serta mempunyai jiwa
entrepreneur.
Kewirausahaan dalam praktek kebidanan
adalah sebuah mindset dan method
yang harus dikuasai seorang Bidan sebagai wirausahawan dalam memulai
dan/atau mengelola sebuah usaha praktek profesional (Bidan Praktek Swasta
maupun Klinik Bersalin) dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan berbasis
kreativitas dan inovasi yang dapat memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan
masyarakat untuk kemajuan/keberhasilan praktek profesional kebidanannya.
Berikut dikemukakan 2 pengertian tentang networking atau jejaring
yaitu :
1.
Networking adalah seni dan praktek untuk
menghadiri peristiwa sosial dan berhubungan atau melakukan kontak dengan
orang-orang yang memiliki kemungkinan membantu usaha atau bisnis (Atomic Dog Publishing, 2006).
Definisi ini diambil dari pengalaman dunia usaha atau sektor komersial.
Sedangkan definisi yang berikut lebih dilihat dari pengalaman dalam bidang
sosial dimana jejaring dapat juga diartikan sebagai suatu proses dimana dua atau lebih individu
atau organisasi bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama (Pratomo, 2010).
Penerapan Networking dalam
bidan pribadi (praktek profesional) dapat berupa : Promosi dan pemasaran pelayanan bidan
secara getok tular untuk menjaring klien
baru. Hal ini diperoleh ketika ada seorang klien atau pasien yang merasa puas
dengan pelayanan profesional bidan tersebut, dia dapat menjadi sumber informasi
untuk menyebarkan informasi tersebut kepada klien lain maupun calon klien lain
terutama yang mengalami ketidakpuasan untuk pindah ke pelayanan profesional
oleh bidan tersebut.
2.
Promosi
dan pemasaran pelayanan bidan melalui jejaring media sosial. Bidan yang up to date (mahir dan tidak ketinggalan
jaman) dengan teknologi kini dan tidak gatek dapat sharing informasi dan
pengalaman dan berkomunikasi dengan
klien atau calon klien menggunakan media sosial misalnya FB, Twitter
dsb.
3. Setiap
bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang
dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
Penelitian
yang dilakukan oleh bidan terdiri dari 2 macam, antara lain :
1.
Penelitian
mandiri dan;
2.
Penelitian
kelompok.
Penelitian Mandiri itu sendiri mancakup asuhan
kebidanan pada ibu hamil. Dan Penelitian Kelompok itu cakupannya lebih luas. Misalnya
tentang kesehatan lingkungan disekitar atau yang lebih utama tentang AKI yang
terjadi, beberapa metode yang dilakukan misalnya sebagai berikut :
a. Membantu
pembuatan perencanaan penelitian kelompok.
b. Membantu
pelaksanaan proses penelitian dalam kelompok.
c. Membantu
pengolahan hasil penelitian kelompok.
d. Membantu
pembuatan laporan penelitian kelompok.
e. Membantu
perencanaan penelitian mandiri.
f. Melaksanakan
penelitian mandiri.
g. Mengolah
hasil penelitian.
h. Membuat
laporan penelitian.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang filsafat seringkali
dianggap sebagai ilmu yang abstrak dan kurang relevan dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak uraian filsafat dianggap jauh dari kenyataan, tetapi
setidaknya etika mudah dipahami secara relevan bagi banyak persoalan yang
dihadapi. Etika sebagai filsafat moral mencari jawaban untuk menentukan serta
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar dan
yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu
perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk
dalam profesi kebidanan membutuhkan suatu system untuk mengatur bidan dalam
menjalankan peran dan fungsinya. Dalam menjalankan perannya bidan tidak dapat
memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, tetapi harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu dan berlandaskan
pada kode etik dan standar profesi.
DAFTAR
PUSTAKA
Soepardan, Suryani dan Anwar Hadi, Dadi.
2008. Etika Kebidanan dan Hukum
Kesehatan.
Jakarta:
EGC.
(diakses
26 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar